https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/issue/feed Jurnal Peradaban 2023-05-23T07:33:42+00:00 Redaksi [email protected] Open Journal Systems <p><strong>Jurnal Peradaban (Filsafat, Etika, dan Agama) pISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1612770194" target="_blank" rel="noopener">2775-3875</a></strong></p> <p><strong>Jurnal Peradaban (Filsafat, Etika, dan Agama)</strong>, is a peer-reviewed journal, and specializes in philosophy, religion, and ethics studies. The aim is to provide readers with a deep understanding of philosophical, religious, and ethical problems in many aspects. </p> <p>The journal invites scholars and experts working in all disciplines in the humanities and social sciences. Articles should be original, inspiring, research-based, unpublished and not under review for possible publication in other journals. All submitted papers are subject to review of the editors, editorial board, and blind reviewers. Submissions that violate our guidelines on formatting or length will be rejected without review.</p> <p><strong>Jurnal Peradaban (Filsafat, Etika, dan Agama)</strong> publishes two issues per year (June and December), published by Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Paramadina.</p> https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/article/view/628 Nilai Etika dalam Seni Islam: Studi Pemikiran Seyyed Hossein Nasr 2023-02-23T09:35:57+00:00 Farkhan Fuady [email protected] <p><em>The development of thought and creativity in Islamic art is increasingly showing progress. Artworks provide teachings in everyday life that are useful for creating good Muslims. Various Muslim scholars also studied Islamic art and even Muslims produced Islamic art. One of them is Seyyed Hossein Nasr who approaches Islamic art with spirituality. This research is a library research or literature with qualitative research methods. Research library data sources from books, manuscripts, scientific articles and other sources of literature that can be trusted. One of the primary data sources is Seyyed Hossein Nasr's book entitled Islamic Art and Spirituality which has been translated into Indonesian by Sutejo with the title Spirituality and Islamic Art. The results show that Islamic art contains ethical values ​​that are useful for everyday life. As in the art of calligraphy which is attached to the lives of Muslims, such as in household furniture. In addition, Islamic teachings can be seen in Islamic poems. Other arts also such as music, dance, Islamic architecture and others. So it can be concluded that Islamic art contains ethical values ​​which for Nasr can be contemplated through spiritual activities.</em></p> 2023-06-07T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Peradaban https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/article/view/729 Membaca Kembali Gerakan Humanisme dalam Islam 2023-02-16T08:51:20+00:00 Luthfi Assyaukanie [email protected] <p>Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan mengapa gerakan humanisme yang pernah terjadi di era keemasan Islam abad ke-9 hingga abad ke-12 tidak melahirkan pencerahan dan revolusi ilmiah, seperti yang terjadi di dunia Barat? Dengan melihat karakter gerakan ini dan bagaimana pengetahuan diproduksi selama era kejayaan Islam, penulis artikel ini menemukan perbedaan mendasar antara humanisme Islam dan humanisme yang berkembang di Eropa. Di dunia Islam, kaum humanis adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan sekaligus melayani kebutuhan umat beragama. Banyak dari mereka bekerja di istana sebagai qadi (hakim) atau penasehat raja dalam bidang agama. Karena itu, gerakan humanisme cenderung berperan sebagai agen atau perluasan dari institusi agama. Hal ini berbeda dari gerakan humanisme Eropa yang justru melakukan perlawanan terhadap agama dan --pada tingkat tertentu-- juga negara.</p> 2023-06-07T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Peradaban https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/article/view/731 KEBAHAGIAAN DALAM PANDANGAN IBNU AL-QAYYIM AL-JAUZIYAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP MASYARKAT MODERN 2023-02-23T09:29:15+00:00 Ade Lutfi Nugraha Putra [email protected] <p><em>Persoalan kebahagiaan telah menjadi tema utama pembahasan para sastrawan, agamawan, dan filsuf selama berabad-abad. Pemikiran para filsuf Yunani, Barat, dan Islam telah memberi banyak pengaruh terhadap konsep kebahagiaan, termasuk cara menggapainya. Dalam hal ini, Ibnu Al-Qayyim menganggap penting untuk secara khusus membahas tentang kebahagiaan. Fenomena ini mendorong suatu penelitian untuk menggali makna kebahagiaan yang hakiki. Secara naturalistik, peneliti mengkonstruksikan berbagai macam pendapat para tokoh mengenai konsep dan cara menggapai kebahagiaan, baik dari Yunani, Barat, maupun Islam. Melalui metode deskriptif-analitis dan deskriptif-interpretatif, peneliti memaparkan sekaligus menganalisis konsep para tokoh tentang kebahagiaan untuk selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan konteks masyarakat modern. Plato berpendapat bahwa kebahagiaan hakiki tidak mungkin diraih di dunia. Sementara Al-Farabi meyakini bahwa kebahagiaan bisa diraih, baik di dunia maupun di akhirat. Aristoteles mengedepankan kehidupan yang penuh dengan kebaikan sebagai prasyarat meraih kebahagiaan. Sementara itu Al-Ghazali berpendapat bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih jika manusia mengenal Tuhannya (Ma’rifatullah) dengan cara mengenal dirinya. Dalam konsepnya mengenai kebahagiaan, Ibnu Al-Qayyim meyakini bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih melalui ilmu dan kalbu. Inilah pintu masuk kebahagiaan menurut Ibnu Al-Qayyim. Kemuliaan ilmu dan kebersihan kalbu adalah jalan menuju kebahagiaan</em>.</p> 2023-06-07T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Peradaban https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/article/view/760 Pemikiran Islam Liberal tentang Wahyu dan Pluralisme Agama 2023-05-23T07:30:33+00:00 Muhamad Ali [email protected] <p>Pemikiran Islam Liberal, sebagai upaya pembaharuan (<em>tajdid</em>) dalam Islam, lahir dalam konteks moderen. Islam Liberal adalah produk modernitas, meskipun sebagian rujukannya juga ke tradisi dan masa lalu. Di Indonesia, Islam Liberal dipengaruhi gerakan dan pemikiran dari berbagai tempat: Timur Tengah, Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Pemikiran Islam Liberal memproduksi ilmu pengetahuan yang tak hanya berakar pada teks-teks Islam, sejarah dunia, dan pencerahan Eropa, tapi juga dipengaruhi realitas sosial-politik Indonesia dan globalisasi. Islam Liberal muncul dan berkembang sebagai respons terhadap Islam “konservatif” dan “fundamental” yang dinilai terlalu berorientasi pada masa lalu (<em>salaf</em>), sehingga literal, kaku, dan tidak cocok bagi kemajuan umat Islam dan umat manusia secara umum.<a href="#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Pemikiran dan gerakan Islam Salafi dan varian-variannya (jihadis, Islamis, dan post-Islamis) terus menjadi lawan ataupun mitra dialog pemikiran Islam Liberal. Masing-masing terus memperkuat akar-akar metodologis dan strategi perjuangan mereka, dipengaruhi konteks sosio-kultural, keagamaan, dan politik masyarakat global dan lokal yang berubah. Salah satu tema penting dalam debat ini adalah posisi wahyu dan agama-agama. Tulisan ini menelaah bagaimana pemikira Islam Liberal di Indonesia memahami fenomena wahyu dan realitas agama-agama, sekaligus melakukan kritik yang konstruktif. Pembacaan terhadap wahyu sebagai teks dan konteks, terhadap Islam dan agama-agama yang ada, belum cukup optimal dan belum koheren di kalangan pemikir Islam Liberal sendiri. Pemikiran tentang wahyu dan agama-agama masih terpisah-pisah dan belum tersistematisasikan</p> 2023-06-07T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Peradaban https://journal.paramadina.ac.id/index.php/jpb/article/view/761 CATATAN KRITIS BUDAYA KEKUASAAN VERSUS ETIKA MODERN DALAM POLITIK INDONESIA 2023-05-23T07:33:42+00:00 Fachry Ali [email protected] <p>Seperti terjangkiti pada semua penulis, selalu ada pertanyaan berkecamuk dalam hati tiap saya akan menulis sesuatu. Kecamuk ini kian kuat karena ketika makalah ini ditulis, saya tengah mengedit terjemahan bahasa Inggris karya saya tentang Tanri Abeng setebal 500 halaman. Maka, kecamuk pertanyaan tentang “apakah saya memberikan, jika bukan ‘baru’, makna tertentu dalam setiap tulisan” kian menekan. Maka, ketika mulai menulis makalah ini, saya terkungkung oleh sergapan pertanyaan tersebut.</p> <p>Sepanjang belum melaksanakannya, pertanyaan itu biasanya terbawa ke mana saya pergi. Kali ini, ia terbawa ke restoran Cina Muslim di Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan pada sore yang cerah, 23 Februari 2020. Lama menunggu pesanan datang, saya keluar. Di kursi-kursi yang khusus disediakan untuk perokok, saya duduk. Di hadapan saya sederetan gedung-gedung megah memamerkan diri. Ketika melayangkan pandangan ke gedung tertinggi yang menempelkan angka “88” di puncaknya, mata saya terpergok pada sebuah layang-layang.&nbsp; Tak mampu terbang bahkan hingga setengah dari ketinggian gedung tersebut, layang-layang itu tiba-tiba lenyap dari pandangan mata. Selang beberapa menit kemudian, saya melihat layang-layang itu terbang rendah di belakang deretan gedung-gedung yang lebih pendek. Saya memperkirakan di balik deretan gedung-gedung yang lebih pendek itu terdapat perkampungan penduduk dari mana layang-layang itu berasal. Dan, mungkin sekitar 3 atau 4 menit kemudian, layang-layang itu tampak melayang tak terkendali. Dalam pengalaman saya, itu menunjukan bahwa layang-layang tersebut telah terputus dari talinya.</p> 2023-06-07T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Peradaban